Saturday, November 27, 2010

Puncak Suroloyo Kala Itu

Peta rekapitulasi jumlah korban, pengungsi dan kerusakan rumah yang diakibatkan dari surplus merapi tahun 2010 yang dikeluarkan BNPN (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mengingatkan kami pada perjalanan pertama kami, perjalanan yang menuntun kami untuk melihat lebih jelas. Seperti ini ceritanya...(!)

Daerah pertama yang kami kunjungi adalah desa Ngluwar, perjalanan ini sudah kami ceritakan dalam sebuah narasi. Saat kedatangan kedua, untuk tambal sulam (memenuhi kebutuhan yang kemarin tidak tersedia) kami di bimbing untuk terus melaju. Perjalanan berawal dari Ngluwar menuju barat daya yakni desa Banjararum, keberangkatan kami ke desa ini berdasarkan informasi mulut ke mulut, dan laju mobil kami karena bimbingan debu. Banjarasri kami singgahi sebentar, desa ini seperti desa mati yang ditinggalkan bertahun tahun, saat kami datang pohon tumbang dan malang melintang di jalan, debu masih sangat pekat. Kami menemui bebrapa orang di jalan yang melenggang sanatai tanpa menggunakan masker, dari sini kami berinisiatif menyebarkan masker hand to hand sembari mensosialisakan kegunaan dan efek dari debu vulkanik yang disebarkan merapi.

Kami terus menelusuri jalanan yang berada di depan kami, daerah yang kami lalui seperti perbukitan, dari Desa Banjarasri kami menemukan Kecamatan Samigaluh, kondisinya tidak jauh berbeda dengan Banjarasri, pohon tumbang dan jalanan sangat berpasir, debu tebal sangat mengganggu pernafasan. Saat itu daerah ini belum terjamah bantuan atau sosialisasi untuk menggunakan masker. Sampai akhirnya kami tiba di Desa Keceme, yang kami ingat di daerah ini terdapat puncak berbukitan yang paling tinggi se Daerah Istimewa Yogyakarta. Seorang ibu menunjukan arah puncak tersebut, yang kemudian kami ketahui bernama puncak Suroloyo. Suroloyo merupakan salah satu bukit tertinggi di pegunungan Menoreh dengan ketinggian kurang lebih 1.000 meter dpl. Dari atas Puncak Suroloyo ini kita bisa menikmati bentangan alam yang sangat indah. Saat cuaca cerah di pagi hari, kita bisa memandang enam pucuk gunung besar di Jawa Tengah yaitu, Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran dan Puncak Telomoyo. Yang tidak kalah asik dari puncak ini, kita juga bisa melihat Candi Borobudur yang berada di Magelang juga terlihat dengan cukup jelas. Sebelum menaiki 286 tangga untuk mencapai puncak, kami sempat mampir ke warung kopi di daerah ini, uniknya meskipun disiram debu tebal, daerah wisata ini tetap buka seperti biasa. Saat kami memarkir kendaraan kami, seorang warga meminta uang Rp.5000,00 sebagai restribusi dan parkir. Warga yang kami jumpai disanapun tidak menggunakan masker termasuk ibu penjual kopi. Padahal saat itu kami sudah menerima informasi, bahwa debu yang berterbangan merupakan debu vulkanik yang sangat berbahaya, selain mengganngu pernafasan, apabila mengendap di paru paru dapat menyebabkan sakit dalam yang berkepanjangan. Tentu saja hal ini terus kami sosialisasikan ke penduduk sekitar.

Matahari tepat berada diatas kami saat kami menaiki 286 anak tangga, saat kami mencapai puncak sejauh mata kami memandang kami hanya bisa melihat Yogyakarta dan sekitarnya tertutup debu, seperti foging. Tak banyak yang bisa kami lihat diatas sana, semuanya sama abu abu. Kami sangat tercengang, sepanjang jalan kami sudah bertanya tanya daerah yang sangat jauh dari merapi namun kerusakannyapun sangat parah.Ternyata abu vulkanik merapi tersapu angin atas sehingga debu berterbangan ke daerah yang tinggi seperti kecamatan Samigaluh ini. Saat kami melihat kerusakan itu, kami mengatur pemetaan arah logistik yang akan kami sampaikan yang ceritanya sudah kami sampaikan di blog ini.

Kami bergegas pulang, saat hari sudah mulai gelap karena medan perjalanan kami sangat berat, kami melewati jalanan berpasir, debu dan rintangan lain yakni pohon yang menghalangi jalan.Sepanjang perjalanan pulang kami terus menyebarkan masker dan mensosialisasikan penggunaannya.Kami melihat dengan jelas, karena itulah kami kemudian ada. Abu vulakanik memang menjanjikan kesuburan tanah, dan merapi memenuhi janjinya hingga radius yang sangat luas.

Kini, lebih dari satu bulan status merapi masih awas disusul gunung Bromo yang juga berstatus awas. Kami berharap, surplus merapi menjadi contoh sehingga penanganan terhadap surplus bromo akan lebih baik, setidaknya tidak ada lagi nyawa yang menjadi korban (*erz)

No comments:

Post a Comment