Saturday, November 20, 2010

SORAK SORAI DI DESA NGABLAK

Cuaca Yogyakarta pagi itu sangat cerah, sinar matahari sudah terik meski masih pukul 09.00 WIB. Kali ini tujuan kami adalah Desa Ngablak, Magelang, Jawa Tengah. Kedatangan kami Kamis (18/11) lebih dari logistik, kali ini kami mengantar kegembiraan hehe..seperti apa ceritanya..??

Perjalanan kami mulai dari kampus Bonaventura Atmajaya membawa logistik yang sekiranya bisa disalurkan. Kali ini kami bergabung bersama rekan rekan dari UMN (Universitas Multimedia Nusantara), perwakilan Senat Atmajaya dan rekan rekan dari Suling Bambu. Rombongan kami dan rekan rekan UMN berangkat lebih awal, teman teman senat dan tim suling bambu menyusul.





Kami akan mengadakan permainan anak anak sebagai salah satu program trauma healing. Setiba di kantor kecamatan Ngablak, kami berkoordinasi dengan menanggung jawab posko untuk menyediakan tempat sebagai lokasi permainan. Beruntungnya kami, karena di posko Ngablak terdapat ruangan kosong yang dapat kami gunakan. Disela menunggu tim Seruling Bambu tiba, kami sempat ngobrol santai dengan anak anak. Merka terlihat asyik menghabiskan waktu dengan bermain dan bercanda tawa dengan teman sebaya. Anak anak di posko ini antusias menyambut kami, bahkan saat akan di foto mereka langsung “action”. Seorang anak, bernama Ana terlihat menahan sakit, bibirnya merah dan pecah pecah, seringkali dia mengeryit menahan sakit namun dia sangat ceria dan terus saja bermain. Bahkan dia sempat berkata ” mbak ayo lomba lari, aku pasti menang.” Semangatnya luar biasa dan mampu mengalahkan rasa sakitnya.






Pukul 14.00 WIB, kami memulai sesi permainan, udara saat itu cukup dingin, anak anak sudah bersiap menyambut permainan yang akan di berikan dari tim Suling Bambu. Kami menggabungkan anak anak dari posko lain yang letaknya berdekatan, jumlah keseluruhan 67 anak. Riuh celoteh anak anak terus mengaung dalam ruangan, sampai akhirnya sesi ini dimulai, tentu saja diawali dengan doa.










Permainan kali ini diawali dengan menyanyi, anak anak terlihat begitu menikmati, iya kami bersenang senang. Nyanyian, permainan, tepuk tangan, tawa renyah dan sorak sorai anak anak membuat hawa dingin diluar sana tidak terasa, kami lupa kami berada di posko pengungsian, kami semua bergembira. Tim suling bambu membawa alat musik tradisional, yang pertama angklung dan yang kedua seruling bambu, semua alat musik tersebut adalah asli dari dan buatan Indonesia. Kami belajar bersama memainkannya Woww...riuh sekali bunyinya, semuanya bersemangat, meskipun asal bunyi tapi hati senang, banyak tawa disana. Hujan lebat yang mengguyur kala itu tidak mampu mencuri perhatian kami semua, bunyi melengking suling bambulah yang menjadi pusat perhatian J











Kemudian ada sesi menggambar, yang unik adalah mereka mengambar menggunakan arang, seorang anak menyeletuk ”kok ga pakai krayon?”. Hal yang dapat dipelajari disini adalah kita mampu menggunakan apa yang ada disekitar kita, dan tidak tergantung satu dengan satu hal saja, tidak ada krayon, arangpun jadi. Tim suling bambu mendegarkan lagu dr Mocca, dalam lagu tersebut terdapat 4 unsur yang diminta yakni langit, bintang, ayah dan ibu. Dengan penuh semangat mereka menggambar, meskipun arang bukan benda asing bagi mereka, namun menggambar diatas kertas menggunakan arang adalah hal baru untuk mereka, begitu juga untuk kami. Hasil gambar mereka, akan kami nilai berdasarkan kelengkpan unsur yang ada di lagu tersebut dan pemenangnya akan memperoleh hadiah yang disediakan dari teman teman senat dan rekan UMN. Sempat terjadi kegaduhan saat membagian hadiah, semua ingin mendapat hadiah meskipun bukan pemenang. Kegaduhan mereda saat kami mencoba menanamkan konsep bahwa kita harus berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan dan bagaimana bersikap sportif. Hadiah yang kami berikan berupa lego, monopoli, dan dakon hal ini dimaksudkan agar dapat dimainkan secara kelompok.














Suling bambu juga mengajarkan konsep yang hampir dilupakan, yakni bagaimana meminta maaf saat melakukan kesalahan dan berterima kasih untuk suatu hal, konsep sepele yang seringkali terlupakan. Sebelum meninggalkan ruangkan kami semua berdoa, sesi permainan selesai, masing masing anak anak mendapatkan suling bambu, waks (malam) dan susu cair. Kami semua bergembira, tentu saja karena anak anak bergembira. Anak anak adalah kekuatan dan harta terbesar bagi orang tua, ketika anak anak menghadapi cobaain ini dengan begitu kuat, pasti beban orang tua akan lebih ringan. ”Untung anak saya selamat, disini kami bisa ngumpul, saya udah seneng. Meskipun ladang saya gagal panen.” ungkap seorang bapak yang tinggal di posko itu.








Sebelum kembali, kami diberi kesempatan menikmati hidangan makan malam bersama sama warga dan pengungsi. Senyum senyum yang tersemat di wajah anak anak, mengiringi perjalanan kami ke Yogyakarta. Dan kami akan kembali membawa senyum itu, tunggu ceritanya...(*erz)

3 comments:

  1. senang skali bs melihat keceriaan anak2 d pengungsian...
    dtunggu foto2 keceriaan anak2nya
    hehehhe

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. weh,mbak,mas..ralat..UMN teh Universitas Multimedia Nusantara, bukan Nasional :D
    keren dah artikel en potopotonya..kapan nih bisa joinan lagi??

    ReplyDelete